Jumat, 15 November 2013

Akuntansi dan Pajak untuk industri kelapa sawit

Topik Makalah : ”Akuntansi Dan Pajak Untuk Industri Kelapa Sawit
Tujuan               : Untuk memahami aspek akuntansi dan pajak secara baik, diperlukan pemahaman                industri kelapa sawit secara baik pula.
judul                   : Akuntansi dan Pajak untuk industri kelapa sawit.



BAB I SEKILAS TENTANG INDUSTRI KELAPA SAWIT

I.1. Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
I.2. Fisiologi Kelapa Sawit
I.3. Syarat Hidup Kelapa Sawit
I.4. Tipe Kelapa Sawit
I.5. Hasil tanaman
I.6. Aspek Legal Perkebunan Kelapa Sawit
I.7. Tahapan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit
I.8. Proses Pengolahan Kelapa Sawit

BAB II AKUNTANSI UNTUK INDUSTRI KELAPA SAWIT

II.1. Memilih Standar Akuntansi Keuangan
II.2. Kebijakan Akuntansi

BAB III PERPAJAKAN UNTUK INDUSTRI KELAPA SAWIT

III.1. Ketentuan Umum & Tatacara Perpajakan
III.2. Pajak Penghasilan (PPh)
III.3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
III.4. Pajak Bumi & Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan
III.5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
sumber : http://gudang-makalah.com/akuntansi-pajak-untuk-industri-kelapa-sawit.html

Rabu, 13 November 2013

tugas 10 Perbedaan Uang Kartal dan Giral

Berdasarkan lembaga yang mengeluarkan uang ada 2 macam, yaitu :
  • *     UANG KARTAL : adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah/bank sirkulasi.
Sedangkan
  • *      UANG GIRAL : adalah tagihan/rekening pada suatu bank yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan perantara cek , giro dan telegraphic transfer.
Ada 4 hal yang membedakan antara uang kartal dan uang giral, yaitu :
UANG KARTAL :  sifat berlakunya setiap orang harus memiliki.
Beredar di seluruh masyarakat.
Berwujud uang kertas dan uang logam.
Dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
UANG GIRAL : sifat berlakunya orang boleh menolak .
Beredar di kalangan tertentu.
Berwujud cek, giro, bilyet, rekening, tabungan.
Dikeluarkan oleh Bank Umum.
     SUMBER:
     Analisis :
     Tulisan diatas menjelaskan bahwa yang membedakan uang kartal dengan uang giral adalah objek peredaran uang tersebut.

Sabtu, 15 Juni 2013

analisis jurnal " perlindungan konsumen"


Nama              : firda fauziah
Npm                : 22211888
Kelas               : 2eb02

Menganalisis jurnal tentang perlindungan konsumen

Judul jurnal                         : Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen
Penulis jurnal                     : Dr. Shidarta, S.H., M.Hum
Sumber jurnal                   : file:///D:/jurnal/Contoh%20Jurnal%20Perkuliahan.htm
Tahun                                   : 21 Februari 2013 (Kuliah Minggu I)

Hasil analisa:

Jurnal ini berjudul “pengantar hukum perlindungan konsumen”Dalam jurnal ini menjelaskan jika konsumen dapat ditetapkan sebagai peristiwa hukum dan dapat dimasukan kedalam area perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (disingkat UUPK).
Dan dijelaskan tentang pengertian konsumen Menurut pasal 1 butir 2 UUPK, dijelaskan pengertian bahwa konsumen yaitu jika setiap orang yang pemakai bareang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, oramg lain, maupun makhluk lain dan tidak untuk diperdagangkan. Didefinisikan bahwa konsumen yang dilindungi dalam UUPK adalah konsumen akhir (end user/ultimate consumer).dan dijelaskan jika  konsumen antara (intermediate consumer) yaitu para agen, penyalur ( distributor), dan pedagang lain dibawahnya adalah termasuk kedalam pelaku usaha juga.
Kesimpulannya dijurnal ini lebih menjelaskan tentang pengertian konsumen tersebut menurut UUPK, dan pengertian konsumen menurut UUPK ini ternyata tidak cukup komprehensif melindungi masyarakat konsumen. Sebaiknya ada revisi terhadap definisi ini, yakni dengan :
1.       Mempertegas apakah subyek hukum yang dimaksuad dengan kosumen itu adalah orang perseorangan ataukah juga dapat mencakup badan usaha;
2.       Menghilangkan unsur yang tersedia dalam masyarakat;
3.       Menghilangkan kaa-kata yang berlebihan terkait kepentingan siapa yang ditunjukan atas tindakan konsumsi itu.

Jika diperhatikan baha memotif konsumsi atas suatu barang/jasa ternyata sangat menentukan. Orang yang semula membeli sebuah apartemen untuk dihuni sendiri, tetapi kemudian berubah pikiran dengan menyewakan kepada pihak lain, dapat saja diasumsikan sudah kehilangan statusnya sebagai konsumen akhir. Jika hal seperti ini menjadi permasalahan hukum, akan sulit dicairkan alat buktinya, mengingat motif seseorang sangat mudah berubah-ubah. 

Kamis, 25 April 2013

tugas softskill



ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
HUKUM PERIKATAN





Nama                   : Firda fauziah
     Npm           : 22211888
     Kelas          : 2EB04
           


UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN 2013/2014


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Istilah hukum perikatan merupakan terjemahan dari kata verbintenissenrecht (belanda) hukum perikatan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur perikatan. Apabila dikaji secara mendalam definisi ini, tampaklah bahwa objek kajian hokum perikatan tidak hanya dikenali dalam buku III KUH Perdata. Tetapi juga perikatan yang dikenal dalam buku kesatu KUH Pedata. Yaitu perikatan dibidang hukum keluarga dan orang.
Untuk mengetahui jenis-jenis perikatan, pengertian somasi, bentuk beserta isinya, pengertian wanprestasi dan akibatnya, sebab timbulnya ganti rugi, pengertian keadaan memaksa da macam-macamnya serta pengertian resiko dalam teori hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian. 

·         Dasar hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.  Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan      undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensentoedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata 
-          Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalamsumber – sumber perikatan.
-          Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum        (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
        ·     Asas-Asas dalam Hukum Perikatan
§  Asas kebebasan kontrak
Asas kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
§  Asas konsensualisme
Asas konsesualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsesualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk menbuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
§  Wansprestasi
Sementara itu, wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2.      Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.      Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
5.     Akibat-Akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi), pembatalan perjanjian atau pemeccahan perjanjian, dan peralihan resiko.

·         Jenis-Jenis Perikatan
1). Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadinya peristiwa, maupun dengan membatalkan  perikatan karena terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (pasal 1253 KUH Perdata). Dari ketentuan pasal ini dapat dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu periktan dengan syarat batal dan periktan dengan syarat tangguh:
a.  Perikatan dengan syarat  tangguh;
Apabila syarat “peristiwa” yang diamksudkan dengan itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan (pasal 1263 KUHPdt).

b. Perikatan dengan syarat batal;
Disamping perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi (pasal 1265 KUH Perdata).
Batalnya perikatan itu bukanlah “batal demi hukum”, melainkan “dinyatakan batal” oleh hakim. Jadi, jika syarat batal itu dipenuhi , maka pernyataan batal harus dimintakan kepada hakim., tidak cukup dengan permintaan salah satu pihak saja, atau pernyataan kedua belah pihak, meskipun syarat batal itu dicantumkkan dalam perikatan (pasal 1266 KUHPerdata)

     2). Perikatan dengan Ketetapan Waktu
Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat “Ketetapan waktu” ialah pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada” waktu yang ditetapkan”. Waktu yang       ditetapkanadalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan.
Dalam perikatan dengan ketetapan waktu, apayang harus dibayar pada waktu yang ditentukan tidak dapat ditagih  sebelum waktu itu tiba . Tetapi apa yang sudah dibayar sebelum waktu itu tibe dapat diminta kembali (pasal 1269 KUH Perdata).
Dalam perikatan perikatan dengan ketetapan waktu ketetapan waktu selalu dianggap dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatannya sendiri, atau dari keadaan ternyata bahwa ketetapan waktu itu telah dibuat untuk kepentinagn kreditur (pasal 1270 KUH Perdata).  Biasanya kepentingan kreditur itu ditetapkan dalam perjanjian atau dalam akta.
     3). Perikatan manasuka (boleh pilih)
Dalam Perikatan Manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan manasuka, karena debitur telah memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang didsebutkan dalam perikatan, yang dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (pasal 1272 dan 1273 KUH Perdata).
Jika salah satu benda yang menjadi objek perikatan itu hilang atau tidak dapat diserahkan atau musnah, maka perikatan itu menjadi murni dan bersyahaja. Jika kedua benda itu hilang dan debitur bersalah tentang hilangnya salah satu benda itu, debitur harus membayar harga benda yang hilang paling akhir (pasal 1274 dan 1275 KUH Perdata).
Jika hak memilih ada pada kreditur dan hanya salah satu benda saja yang hilang, maka jika itu terjadi bukan karena kesalahan debitur, kreditur harus memperoleh benda yang masih ada. Jika salah satu benda tadi terjadi karena kesalhan debitur, maka kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu menurut pilihannya, apabila musnahnya salah satu benda atau kedua benda itu karena kesalahan debitur (pasal 1276 KUH Perdata). Prinsip dasar di atas ini berlaku, baik jika ada lebih dari dua benda terdapat dalam perikatan maupun jika perikatan bertujuan melakukan suatu perbuatan (pasal 1277 KUH perdata). Melakukan perbuatan, misalnya dalam perikatan mengerjakan bangunan dan melakukan pengangkutan barang. Disini debitur boleh memilih mengerjakan bangunan atau melakukan pengangkutan barang ke lokasi bangunan.
Selain dari perikatan manasuka (alternatif), ada lagi yang disebut perikatan fakultatif, yaitu perikatan dengan mana debitur wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek saja. Apabila debitur tidak memenuhi prstasi itu, ia dapat menganti dengan prestasi lain. Misalnya A berjanji kepada B untuk meminjamkan kendaraannya guna       melaksankan penelitian. Jika A tidak mungkin meminjamkan kendaraannya karena rusak, ia dapat menganti dengan sejumlah uang biaya transportasi penelitian itu. Perbedaan antara perikatan alternatif dengan perikatan fakultatif adalah sebagai berikut :
a. Pada perikatan alternatif ada dua benda yang sejajar dan debitur harus menyerahkan salah satu dari dua benda itu. Sedangkan pada perikatan fakultatif hanya satu benda saja yang menjadi prestasi.
b. Pada perikatan alternatif jika benda yanmg satu hilang, benda yang lain menjadi penggantinya. Sedangkan pada perikatan fakultatif jika bendanya binasa. perutangan menjadi lenyap.
Adalagi yang disebut perikatan generik, yang objeknya dutentukan oleh jenisnya, misalnya beras Cianjur, Kuda Nil. Perbedaannya dengan perikatan alternatif ialah jika periktan generik objeknya ditentukan oleh jenisnya yang homogin. Sedangkan pada perikatan alternatif objeknya ditentukan oleh jenisnya yany tidak homogen. Keberatan perikatan generik ialah debitur tidak perlu memberikan benda prestasi itu yang terbaik, tetapi tidak juga yang terburuk (pasal 969 KUH Perdata). Benda yang menjadi objek perikatan generik itu cukuplah jika sekurang-kurangnya dapat ditentukan (perhatikan pasal 1333 KUH Perdata.
     4). Perikatan Tanggung Menanggung
Dalam perikatan tangung menanggung dapat terjadi seseorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur berdapan dengan beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur barhak atas pemenuhan prestasi selurauh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur dibebaskan dari hutangnya dan perikatan hapus (pasal 1278 KUH Perdata).
Dalam hubungan eksteren antara debitur masing-masing dengan kreditur, apabila dalam suatu perikatan harus  diserahkan suatu benda, yang kemudian musnah karena kesalahan seseorang dari pihak debitur, maka pihak debitur lainnya tidak dibebaskan dari tanggung jawabterhadap kreditur untuk membayar benda yang musnah tersebut. Kreditur yang menderita kerugian karena salahnya debitur hanya berhak menuntut ganti kerugian terhadap debitur yang bersalah itu (pasal 1285 KUH Perdata). Demikian pula dengan tuntutan pembayaran bunga yang dilakukan terhadap salah satu debitur tanggung-menanggung, berlaku juga terhadap debitur-debitur lainnya (pasal 1286).
Jika diantara debitur tangung-menanggung itu ada hubungan hukum yang lain dengan kreditur atau mempunyai kedudukan yang istimewa terhadap kreditur, maka hubungan hukum tersebut harus dipisahkan dari hubungan hukum tanggung-menaggung itu. Debitur yang bersangkutan dapat menggunakan hak tangkisannya, sedangkan debitur yang lainnya tidak (pasal 1287 KUH Perdata). Jika seorang debitur menjadi ahli waris dari kreditur, perikatan antara keduanya itu menjadi lenyap (pasal 1288 KUH Perdata).
Adakalanya juga seorang kreditur menerima sari salah seorang debitur bagian yang menjadi kewajibannya. Jika hal ini terjadi, kewajiban tanggung-menanggung terhadap debitur lainnya tetap ada, kecuali kreditur secara tegas menyatakan bahwa yang diterimanya itu untuk bagian keweajiban debitur itu (perhatikan pasal 1289.1290 dan 1291 KUH perdata). Dalam Peraktek terkadang jenis perikatan ini juga terjadi, di mana perikatan tanggung-menanggung pasif, pihak kreditur lebih merasa terjamin atas pemenuhan perikatannya. Perikatan tanggung-menanggung pasif dapat terjadi karena :
a. Wasiat, apabila pewaris memberikan tugas untuk melaksanakan suatu legaat (hibah wasiat) kepada ahli warisnya secara tanggung-menanggung;
b. Ketentuan undang-undang, dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas perikatan tanggung-menaggung dalam perjanjian khusus.
Perikatan tanggung-menanggung yang secara tegas diatur dalam perjanjian khusus itu adalah sebagai berikut :
a. Persekutuan dengan Firma (pasal 18 KUHD), di mana setiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk  seluruhnya atas semua perikatan Firma;
b. Peminjaman barang (pasal 1749 KUH Perdata), jika beberapa orang bersama-sama menerima suatu barang dalam peminjaman, mereka itu masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan       pinjaman;
c. Pemberian kuasa (pasal 1181 KUH Perdata), seorang penerima kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka bersama, mereka bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa mengenai segala akibat pemberian kuasa itu;
d. Jaminan orang (borgtocht, pasal 1836 KUH Perdata), jika beberapa orang telah mengikatkan dirinya sebagai penjamin seorang debitur yang sama untuk hutang yang sama, mereka itu masing-masing terikat untuk seluruh hutang.
      5). Perikatan Dapat dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dapat dibagi, apabila benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :
a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persolan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti, apabila dalam perikatan itu terdapat lebih seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika hanya seorang debitur saja, dalam perikatan itu maka perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan pasal 1360 KUH Perdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pem bayaran hutangnya sebagian-demi sebagaian, meskipunhutang itu dapat dibagi-bagi.
Perikatan dapat atau tidak dapat dibagi dapat terjadi apabila salah satu pihak meninggal dunia, sehingga timbul persoalan apakah pemenuhan prestasi dapat dibagi atau tidak antara para ahli waris almarhum itu. Hal ini tergantung dari benda yang menjadi objek perikatan yang penyerahan atau perbuatan pelaksanaannya dapat dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara perhitungan (pasal 1296 KUH Perdata). Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat dibagi ialah, bahwa dalam perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasi pada setiap  debitur, dan setiap debitur wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhi prestasi oleh seorang debitur, membebaskan debitur lainnya dan perikatan menjadi hapus. Dalam perikatan yang dapat dibagi setiap kreditur hanya berhak menuntut suatu baguian prestasi menurut perimbangannya, sedangkan setiap debitur wajib memenuhi prestasi untuk bagiannya saja menurut perimbangan.

      6). Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini membuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai memenuhi prestasinnya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian atau pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu juga sebagai usaha untuk menetapkan jumlah ganti kerugian jika betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan suatu dorongan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarenya ganti kerugian yang telah dideritanya.
Menurut ketentuan pasal 1304 KUH Perdata, ancaman hukuman itu ialah, melakukan sesuatu apabila periktan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan hukuman itu ialah sebagai ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi (pasal 1307 KUH Perdata). Ganti kerugian selalu berupa uang. denbgan demikian dapat disimpulkan bahwa ancaman hukuman itu berupa ancamam pembayaram denda. Pembayaran denda sebagai ganti kerugian tidak dapat dituntut oleh kreditur apabila tidak berprestasi debitur itu, karena adanya kedaan memaksa (overmacht).
Dalam menentapkan denda   sebagai ganti kerugian itu mungkin jumlahnya terlalu tinggi. Menrut ketentuan pasal 1309 KIH Perdata. hUkuman dapat diubah dengan hakim, jika perikatan pokok telah dipenuhi sebagian. Tetapi jika debitur belum sama sekali melaukan kewajibanya sedangakan hukuman yang ditetpkan terlalui tinggi, Hakimpun dapat menggunakan pasal 1338 KUHPpd bahwa perjanjian yang dibuat dengan syah harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pervormence in good faith).
Ancaman hukuman dalam perikatan ini bersifat asesor (pelengkap), artinya adanya hukuman tergantung adanyan  perikatan pokok. Batalnya perikatan pokok mengakibatkan batalnya ancaman hukuman. Tetapi batalnya ancaman hukuman tidak membewa batalnya perikatan pokok (pasal 1305 KUHpt).
·         Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH      Perdata. Ada sepuluh cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.      Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.      Pembaharuan utang.
4.      Perjumpaan utang atau kompensasi.
5.      Percampuran utang.
6.      Pembebasan utang.
7.      Musnahnya barang yang terutang.
8.      Batal/pembatalan.
9.      Berlakunya suatu syarat batal.
10.  Lewat waktu.
  Memorandum of Understanding (MoU)

BAB III
       PENUTUP
A.      Kesimpulan
1. Jenis-jenis perikatan diantaranya :
           -Perikatan bersyarat
           -Perikatan berdasarkan ketetapan waktu
           - Perikatan alternative
          - Perikatan tanggung renteng
          - Perikatan dapat dibagi-bagi dan tdidak dapat dibagi-bagi
          - prikatan dengan ancaman hukuman
2. Somasi adalah teguran dari sipiutang atau kreditor kepada si beruatng atau debitor agardapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya
3. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagai mana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.
4. Ganti rugi itu ada sebab :
- Karena wanprestasi
- Karena perbuatan melawan hokum
5. keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor
6. resiko adalah suatu ajaran dimana seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ichsan, Hukum Perdata IA, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969;
R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1975;
Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1992;
Z.Ansori Ahmad, Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1986;
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Perdata dan  Hukum Benda, Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1975;
http://makalahpendidikandanhukum.blogspot.com/2011/01/hukum-perikatan.html