ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
HUKUM PERIKATAN
Nama :
Firda fauziah
Npm
: 22211888
Kelas
: 2EB04
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah hukum perikatan merupakan terjemahan dari kata
verbintenissenrecht (belanda) hukum perikatan adalah keseluruhan peraturan
hukum yang mengatur perikatan. Apabila dikaji secara mendalam definisi ini,
tampaklah bahwa objek kajian hokum perikatan tidak hanya dikenali dalam buku
III KUH Perdata. Tetapi juga perikatan yang dikenal dalam buku kesatu KUH
Pedata. Yaitu perikatan dibidang hukum keluarga dan orang.
Untuk mengetahui jenis-jenis perikatan, pengertian somasi,
bentuk beserta isinya, pengertian wanprestasi dan akibatnya, sebab timbulnya
ganti rugi, pengertian keadaan memaksa da macam-macamnya serta pengertian
resiko dalam teori hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak)
atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak
yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah
suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum
ini yang dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian
yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling
banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka.
Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
·
Dasar hukum perikatan
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi
menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352
KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari
undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensentoedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
-
Perikatan yang timbul dari
undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang
ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua
dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalamsumber – sumber perikatan.
-
Perikatan terjadi karena undang-undang
akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
· Asas-Asas
dalam Hukum Perikatan
§ Asas kebebasan kontrak
Asas
kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah
sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya
bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan
isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan
pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
§ Asas konsensualisme
Asas
konsesualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsesualisme lazim disimpulkan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk
menbuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang
halal.
§ Wansprestasi
Sementara
itu, wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun
bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya.
2.
Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi
tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.
5. Akibat-Akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur
yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi), pembatalan
perjanjian atau pemeccahan perjanjian, dan peralihan resiko.
· Jenis-Jenis Perikatan
1). Perikatan bersyarat
Perikatan
bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada
syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum
pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga
terjadinya peristiwa, maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (pasal 1253 KUH Perdata). Dari
ketentuan pasal ini dapat dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu periktan
dengan syarat batal dan periktan dengan syarat tangguh:
a.
Perikatan dengan syarat tangguh;
Apabila
syarat “peristiwa” yang diamksudkan dengan itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan
(pasal 1263 KUHPdt).
b.
Perikatan dengan syarat batal;
Disamping
perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan itu
terjadi (pasal 1265 KUH Perdata).
Batalnya
perikatan itu bukanlah “batal demi hukum”, melainkan “dinyatakan batal” oleh
hakim. Jadi, jika syarat batal itu dipenuhi , maka pernyataan batal harus
dimintakan kepada hakim., tidak cukup dengan permintaan salah satu pihak saja,
atau pernyataan kedua belah pihak, meskipun syarat batal itu dicantumkkan dalam
perikatan (pasal 1266 KUHPerdata)
2).
Perikatan dengan Ketetapan Waktu
Suatu
ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaannya. Maksud syarat “Ketetapan waktu” ialah pelaksanaan perikatan itu
digantungkan pada” waktu yang ditetapkan”. Waktu
yang ditetapkanadalah peristiwa yang masih
akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang
sudah ditetapkan.
Dalam
perikatan dengan ketetapan waktu, apayang harus dibayar pada waktu yang ditentukan
tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba . Tetapi apa yang sudah
dibayar sebelum waktu itu tibe dapat diminta kembali (pasal 1269 KUH Perdata).
Dalam
perikatan perikatan dengan ketetapan waktu ketetapan waktu selalu dianggap
dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatannya sendiri,
atau dari keadaan ternyata bahwa ketetapan waktu itu telah dibuat untuk
kepentinagn kreditur (pasal 1270 KUH Perdata). Biasanya kepentingan
kreditur itu ditetapkan dalam perjanjian atau dalam akta.
3). Perikatan manasuka
(boleh pilih)
Dalam
Perikatan Manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan
manasuka, karena debitur telah memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari
dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa
kreditur untuk menerima benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika
debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang didsebutkan dalam
perikatan, yang dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada
pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (pasal
1272 dan 1273 KUH Perdata).
Jika
salah satu benda yang menjadi objek perikatan itu hilang atau tidak dapat
diserahkan atau musnah, maka perikatan itu menjadi murni dan bersyahaja. Jika
kedua benda itu hilang dan debitur bersalah tentang hilangnya salah satu benda
itu, debitur harus membayar harga benda yang hilang paling akhir (pasal 1274
dan 1275 KUH Perdata).
Jika
hak memilih ada pada kreditur dan hanya salah satu benda saja yang hilang, maka
jika itu terjadi bukan karena kesalahan debitur, kreditur harus memperoleh
benda yang masih ada. Jika salah satu benda tadi terjadi karena kesalhan
debitur, maka kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu menurut
pilihannya, apabila musnahnya salah satu benda atau kedua benda itu karena
kesalahan debitur (pasal 1276 KUH Perdata). Prinsip dasar di atas ini berlaku,
baik jika ada lebih dari dua benda terdapat dalam perikatan maupun jika
perikatan bertujuan melakukan suatu perbuatan (pasal 1277 KUH perdata).
Melakukan perbuatan, misalnya dalam perikatan mengerjakan bangunan dan
melakukan pengangkutan barang. Disini debitur boleh memilih mengerjakan
bangunan atau melakukan pengangkutan barang ke lokasi bangunan.
Selain
dari perikatan manasuka (alternatif), ada lagi yang disebut perikatan
fakultatif, yaitu perikatan dengan mana debitur wajib memenuhi suatu prestasi
tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada
satu objek saja. Apabila debitur tidak memenuhi prstasi itu, ia dapat menganti
dengan prestasi lain. Misalnya A berjanji kepada B untuk meminjamkan
kendaraannya guna melaksankan penelitian.
Jika A tidak mungkin meminjamkan kendaraannya karena rusak, ia dapat menganti
dengan sejumlah uang biaya transportasi penelitian itu. Perbedaan antara
perikatan alternatif dengan perikatan fakultatif adalah sebagai berikut :
a.
Pada perikatan alternatif ada dua benda yang sejajar dan debitur harus
menyerahkan salah satu dari dua benda itu. Sedangkan pada perikatan fakultatif
hanya satu benda saja yang menjadi prestasi.
b.
Pada perikatan alternatif jika benda yanmg satu hilang, benda yang lain menjadi
penggantinya. Sedangkan pada perikatan fakultatif jika bendanya binasa.
perutangan menjadi lenyap.
Adalagi
yang disebut perikatan generik, yang objeknya dutentukan oleh jenisnya,
misalnya beras Cianjur, Kuda Nil. Perbedaannya dengan perikatan alternatif
ialah jika periktan generik objeknya ditentukan oleh jenisnya yang homogin.
Sedangkan pada perikatan alternatif objeknya ditentukan oleh jenisnya yany
tidak homogen. Keberatan perikatan generik ialah debitur tidak perlu memberikan
benda prestasi itu yang terbaik, tetapi tidak juga yang terburuk (pasal 969 KUH
Perdata). Benda yang menjadi objek perikatan generik itu cukuplah jika
sekurang-kurangnya dapat ditentukan (perhatikan pasal 1333 KUH Perdata.
4). Perikatan Tanggung
Menanggung
Dalam
perikatan tangung menanggung dapat terjadi seseorang debitur berhadapan dengan
beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur berdapan dengan beberapa orang
debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut
tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur barhak atas pemenuhan
prestasi selurauh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur dibebaskan
dari hutangnya dan perikatan hapus (pasal 1278 KUH Perdata).
Dalam
hubungan eksteren antara debitur masing-masing dengan kreditur, apabila dalam
suatu perikatan harus diserahkan suatu benda, yang kemudian musnah karena
kesalahan seseorang dari pihak debitur, maka pihak debitur lainnya tidak
dibebaskan dari tanggung jawabterhadap kreditur untuk membayar benda yang
musnah tersebut. Kreditur yang menderita kerugian karena salahnya debitur hanya
berhak menuntut ganti kerugian terhadap debitur yang bersalah itu (pasal 1285
KUH Perdata). Demikian pula dengan tuntutan pembayaran bunga yang dilakukan
terhadap salah satu debitur tanggung-menanggung, berlaku juga terhadap
debitur-debitur lainnya (pasal 1286).
Jika
diantara debitur tangung-menanggung itu ada hubungan hukum yang lain dengan
kreditur atau mempunyai kedudukan yang istimewa terhadap kreditur, maka
hubungan hukum tersebut harus dipisahkan dari hubungan hukum tanggung-menaggung
itu. Debitur yang bersangkutan dapat menggunakan hak tangkisannya, sedangkan
debitur yang lainnya tidak (pasal 1287 KUH Perdata). Jika seorang debitur
menjadi ahli waris dari kreditur, perikatan antara keduanya itu menjadi lenyap
(pasal 1288 KUH Perdata).
Adakalanya
juga seorang kreditur menerima sari salah seorang debitur bagian yang menjadi
kewajibannya. Jika hal ini terjadi, kewajiban tanggung-menanggung terhadap
debitur lainnya tetap ada, kecuali kreditur secara tegas menyatakan bahwa yang
diterimanya itu untuk bagian keweajiban debitur itu (perhatikan pasal 1289.1290
dan 1291 KUH perdata). Dalam Peraktek terkadang jenis perikatan ini juga
terjadi, di mana perikatan tanggung-menanggung pasif, pihak kreditur lebih
merasa terjamin atas pemenuhan perikatannya. Perikatan tanggung-menanggung
pasif dapat terjadi karena :
a.
Wasiat, apabila pewaris memberikan tugas untuk melaksanakan suatu legaat (hibah
wasiat) kepada ahli warisnya secara tanggung-menanggung;
b.
Ketentuan undang-undang, dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas
perikatan tanggung-menaggung dalam perjanjian khusus.
Perikatan
tanggung-menanggung yang secara tegas diatur dalam perjanjian khusus itu adalah
sebagai berikut :
a.
Persekutuan dengan Firma (pasal 18 KUHD), di mana setiap sekutu bertanggung
jawab secara tanggung-menanggung untuk seluruhnya atas semua perikatan
Firma;
b.
Peminjaman barang (pasal 1749 KUH Perdata), jika beberapa orang bersama-sama
menerima suatu barang dalam peminjaman, mereka itu masing-masing untuk
seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang
memberikan pinjaman;
c.
Pemberian kuasa (pasal 1181 KUH Perdata), seorang penerima kuasa diangkat oleh
beberapa orang untuk mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka
bersama, mereka bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa
mengenai segala akibat pemberian kuasa itu;
d.
Jaminan orang (borgtocht, pasal 1836 KUH Perdata), jika beberapa orang telah
mengikatkan dirinya sebagai penjamin seorang debitur yang sama untuk hutang
yang sama, mereka itu masing-masing terikat untuk seluruh hutang.
5). Perikatan Dapat dan
Tidak Dapat Dibagi
Suatu
perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dapat dibagi, apabila benda yang
menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi
pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi
sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :
a.
Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
b.
Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persolan
dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti, apabila dalam perikatan itu
terdapat lebih seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika hanya
seorang debitur saja, dalam perikatan itu maka perikatan itu dianggap sebagai
tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan pasal
1360 KUH Perdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pem
bayaran hutangnya sebagian-demi sebagaian, meskipunhutang itu dapat
dibagi-bagi.
Perikatan
dapat atau tidak dapat dibagi dapat terjadi apabila salah satu pihak meninggal
dunia, sehingga timbul persoalan apakah pemenuhan prestasi dapat dibagi atau
tidak antara para ahli waris almarhum itu. Hal ini tergantung dari benda yang
menjadi objek perikatan yang penyerahan atau perbuatan pelaksanaannya dapat
dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara perhitungan (pasal 1296 KUH
Perdata). Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat dibagi ialah, bahwa
dalam perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditur berhak menuntut
seluruh prestasi pada setiap debitur, dan setiap debitur wajib memenuhi
prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhi prestasi oleh seorang debitur,
membebaskan debitur lainnya dan perikatan menjadi hapus. Dalam perikatan yang
dapat dibagi setiap kreditur hanya berhak menuntut suatu baguian prestasi
menurut perimbangannya, sedangkan setiap debitur wajib memenuhi prestasi untuk
bagiannya saja menurut perimbangan.
6). Perikatan dengan
Ancaman Hukuman
Perikatan
ini membuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai memenuhi
prestasinnya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian
atau pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu juga sebagai usaha untuk menetapkan
jumlah ganti kerugian jika betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman itu
merupakan suatu dorongan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan
untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarenya ganti kerugian
yang telah dideritanya.
Menurut
ketentuan pasal 1304 KUH Perdata, ancaman hukuman itu ialah, melakukan sesuatu
apabila periktan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan hukuman itu ialah sebagai
ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi (pasal 1307 KUH Perdata).
Ganti kerugian selalu berupa uang. denbgan demikian dapat disimpulkan bahwa
ancaman hukuman itu berupa ancamam pembayaram denda. Pembayaran denda sebagai
ganti kerugian tidak dapat dituntut oleh kreditur apabila tidak berprestasi
debitur itu, karena adanya kedaan memaksa (overmacht).
Dalam
menentapkan denda sebagai ganti kerugian itu mungkin jumlahnya
terlalu tinggi. Menrut ketentuan pasal 1309 KIH Perdata. hUkuman dapat diubah
dengan hakim, jika perikatan pokok telah dipenuhi sebagian. Tetapi jika debitur
belum sama sekali melaukan kewajibanya sedangakan hukuman yang ditetpkan
terlalui tinggi, Hakimpun dapat menggunakan pasal 1338 KUHPpd bahwa perjanjian
yang dibuat dengan syah harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pervormence in
good faith).
Ancaman
hukuman dalam perikatan ini bersifat asesor (pelengkap), artinya adanya hukuman
tergantung adanyan perikatan pokok. Batalnya perikatan pokok
mengakibatkan batalnya ancaman hukuman. Tetapi batalnya ancaman hukuman tidak
membewa batalnya perikatan pokok (pasal 1305 KUHpt).
·
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan
pasal 1381 KUH Perdata. Ada sepuluh
cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.
Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian
secara sukarela.
2.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan.
3.
Pembaharuan utang.
4.
Perjumpaan utang atau kompensasi.
5.
Percampuran utang.
6.
Pembebasan utang.
7.
Musnahnya barang yang terutang.
8.
Batal/pembatalan.
9.
Berlakunya suatu syarat batal.
10.
Lewat waktu.
Memorandum of Understanding (MoU)
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Jenis-jenis perikatan diantaranya :
-Perikatan bersyarat
-Perikatan berdasarkan ketetapan waktu
- Perikatan alternative
- Perikatan tanggung renteng
- Perikatan dapat dibagi-bagi dan tdidak dapat dibagi-bagi
- prikatan dengan ancaman hukuman
2. Somasi adalah teguran dari sipiutang atau kreditor kepada si beruatng atau debitor agardapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya
3. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagai mana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.
4. Ganti rugi itu ada sebab :
-Perikatan bersyarat
-Perikatan berdasarkan ketetapan waktu
- Perikatan alternative
- Perikatan tanggung renteng
- Perikatan dapat dibagi-bagi dan tdidak dapat dibagi-bagi
- prikatan dengan ancaman hukuman
2. Somasi adalah teguran dari sipiutang atau kreditor kepada si beruatng atau debitor agardapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya
3. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagai mana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitor.
4. Ganti rugi itu ada sebab :
- Karena
wanprestasi
- Karena perbuatan melawan hokum
- Karena perbuatan melawan hokum
5. keadaan
memaksa adalah suatu keadaan dimana debitor tidak dapat melakukan prestasinya
kepada kreditor
6. resiko adalah suatu ajaran dimana seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian.
6. resiko adalah suatu ajaran dimana seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Ichsan, Hukum Perdata IA,
Pembimbing Masa, Jakarta, 1969;
R.Subekti,
Pokok-pokok Hukum Perdata,
Intermasa, Jakarta, 1975;
Riduan
Syahrani, Seluk-beluk dan Azas-azas
Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1992;
Z.Ansori
Ahmad, Sejarah dan Kedudukan BW di
Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1986;
Sri
Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum
Perdata dan Hukum Benda, Seksi Hukum Perdata, Fakultas Hukum
UGM, Yogyakarta, 1975;
http://makalahpendidikandanhukum.blogspot.com/2011/01/hukum-perikatan.html